
Apel lokal memang paling enak. Apel berwarna semburat merah muda yang manis nan segar itu menemani perbincangan singkat saya dengan ibu petang ini.
Ibu bercerita kalau kemarin beliau berbincang ringan dengan rekan-rekan kerjanya. Sebagai guru, ibu dan rekan-rekannya berbincang seputar siswa dan tugas-tugas di sekolah.
Dalam perbincangan itu, salah satu rekan kerja ibu yang paling akrab dengan ibu, entah dengan sengaja atau tidak, apakah kelepasan atau bukan, mengeluarkan kalimat yang menggores hati ibu.
Sejauh saya mengenal rekan kerja ibu ini sebagai sosok yang spontan, bisa lembut namun bisa galak dengan muridnya, pribadi yang taat beribadah, dan ibu yang bijaksana.
Saya cukup terkejut dengan penuturan ibu terhadap kalimat yang terucap dari rekan kerja ibu yang kami kenal sangat baik itu. Bahkan saat kami terinfeksi virus COVID-19, beliaulah rekan kerja ibu yang pertama memberikan bantuan.
Rasanya tidak mungkin kalimat itu terucap. Ibu saya juga tidak berbuat apa-apa yang mungkin menyinggung beliau sebelumnya.
Tapi begitulah. Kenyataannya itu terjadi. Kalimat itu melesat seperti petir, menyambar tanpa ampun, dan membuat porak poranda.
Oke. Tidak, itu terlalu dramatis.
Sebenarnya ibu saya tidak ambil pusing terhadap kalimat yang terucap itu. Sungguh lebih banyak kebaikan-kebaikan rekan kerja ibu daripada kalimat yang menggores hati itu.
Setiap orang pasti punya kekurangan. Tiada manusia biasa seperti kita tanpa cela. Maka dalam peribahasa, “Karena nila setitik, rusak susu sebelanga.”, kata nila itu seyogianya mewakili diri kita sendiri.
Agar kita lebih berhati-hati. Jangan ganti kata nila itu untuk mewakili orang lain, karena akan membuat kita menjadi orang yang lebih mudah melihat kesalahan orang lain dibandingkan kebaikannya.
2 tanggapan untuk “Karena Nila Setitik, Rusak Susu Sebelanga”
Saya pernah melihat mini drama, tapi lupa judulnya apa. tapi kalau tidak salah my boss my hero. (Kalau tidak salah ya), soalnya sudah lama banget
suatu saat ada seorang yang bijak memberikan kertas kepada seorang anak. dan memberi titik hitam.
lalu anak itu di tanya apa ini.
anak itu menjawab, titik hitam.
orang yang bijak itu memberkan pernyataan Sering kali kita hanya melihat titik hitam tanpa melihat kertas yang putih lebih banyak dari titik hitam tersebut.
SukaDisukai oleh 1 orang
“Titik hitam” ini juga pernah jadi suatu karya seni yang dipamerkan. Guru seni rupa saya menceritakan, waktu itu temannya kebingungan karena harus mengerjakan tugas lukisan untuk pameran dengan deadline yang mepet. Akhirnya orang itu membuat titik hitam sebagai karya lukisnya. Beruntunglah dia karena kata guru saya dia mampu “mengarang” makna lukisannya itu yang kurang lebih sama dengan di film tersebut. 🙂
SukaSuka